Banyak wanita Jepang dewasa ini memilih hidup melajang dengan berbagai alasan, di antaranya karena tidak menemukan pasangan yang cocok dan memang tidak berkeinginan untuk menikah.
Dosen Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) Lembaga Indonesia Amerika (LIA) Risma Delvina Siahaan, di Medan, Jumat, mengatakan, dewasa ini pernikahan bagi sebagian wanita Jepang hanyalah satu dari banyaknya pilihan hidup yang dapat dilakukan maupun ditinggalkan sama sekali.
Berbicara pada seminar Kejepangan "Peranan dan Kedudukan Perempuan Jepang Ditinjau Dari Aspek Sosial Budaya" yang merupakan rangkaian dari festival Budaya Jepang di Universitas Sumatera Utara, Delviana mengatakan, koran Nikkei Shimbun pernah melakukan riset pada tahun 1995 pada wanita usia 30 tahun keatas yang bekerja di kantoran di Tokyo.
Hasilnya hampir setengah dari responden yakni sekitar 44,2 persen menjawab tidak masalah bila tidak menikah jika tidak menemukan pasangan hidup yang cocok dan sekitar dua persen menjawab tidak memiliki keinginan menikah.
Menurut dia, ada banyak faktor yang melatarbelakangi kecenderungan wanita Jepang dewasa ini tidak ingin menikah. Misalnya pada kalangan anak muda, pendidikan dan pekerjaan dianggap dapat menjadi hambatan utama untuk menikah.
Sementara dikalangan usia menengah keatas bisa jadi karena faktor kemandirian dalam keuangan, telah terbiasa hidup seorang diri atau belum menemukan pasangan yang cocok untuk menikah.
Seorang penulis Jepang, Sumiko Iwao dalam bukunya yang berjudul "Japanese Women: Traditional Image and Changing Reality" menjelaskan beberapa penyebab berkurangnya jumlah pasangan yang menikah di Jepang yaitu kemajuan di bidang ekonomi sehingga para wanita mampu hidup mandiri secara finansial meskipun tidak bersuami.
Kemudian banyak wanita yang mulai memiliki paham feminisme sehingga tidak mau terikat tradisi dengan menjadi ibu rumah tangga dan prosedur pernikahan yang merepotkan serta memakan banyak biaya.
"Dari beberapa alasan itu terlihat bahwa perkembangan ekonomi telah mejadi alasan utama bagi wanita Jepang untuk menunda pernikahannya. Hal ini secara tidak langsung membuktikan bahwa kemajuan dalam bidang ekonomi di Jepang memiliki peranan besar dalam perubahan pola pikir masyarakat Jepang terhadap pernikahan, khususnya bagi wanita Jepang modern," katanya.
Menurut dia, bagi wanita yang berorientasi pada karir, perkawinan dianggap penghalang untuk mencapai tujuan profesional mereka. Pernikahan bagi wanita Jepang modern telah menjadi beban karena harus mengorbankan keinginan pribadi mereka masing-masing untuk kepentingan keluarga.
"Untuk bisa mempertahankan gaya hidup mereka, para wanita Jepang modern rela hidup dengan tetap melajang dan menikmati kebebasannya," katanya.